Korupsi dan Penyakit Kronis Birokrasi




Keinginan dan harapan untuk memperoleh pelayanan publik yang lebih baik bukan hal yang muluk bagi masyarakat secara umum. Bahkan menjadi suatu kewajiban bagi negara untuk memberikan fasilitas dan pelayanan yang terbaik bagi warganya dan menjadi sangat wajar ketika masyarakat mengajukan tuntutan-tuntutan yang begitu besar dan banyak, selagi itu memang hak mereka. Kita sering mendengar mengenai pelayanan publik yang buruk oleh pegawai sipil, seperti pelayanan pembuatan KTP, KK, perizinan, permodalan, pembuatan akta tanah dan pelayanan publik lainnya. Dan banyak dari mereka juga menjadi korban pungutan liar—pungli.
Pelayanan publik tidak dapat dilepaskan dari prosedur birokrasi. Birokrasi yang berbelit-belit menyebabkan  pelayanan menjadi terhambat dan muncul ketidakpuasan masyarakat yang notabene sebagai pelanggan tetap. Birokrasi yang berbelit-belit menjadi salah satu gejala patologi birokrasi. Patologi birokrasi adalah penyakit birokrasi atau bentuk perilaku organisasi yang menyimpang dari nilai-nilai etis, aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan perundang-undangan serta norma-norma yang berlaku dalam birokrasi. Bentuk penyakit birokrasi yang terus tumbuh dan berkembang yaitu penyalahgunaan wewenang dan tanggung jawab, indikasi korupsi, kolusi dan nepotisme, ketakutan pada perubahan, inovasi dan resiko ketidak pedulian pada kritik dan saran hingga menurunkan kredibilitas.
Salah satu penyakit birokrasi yang kini sedang asyik di perbincangkan oleh masyarakat Indonesia adalah korupsi. Kita dibuat tercengang dengan terungkapnya pegawai negeri sipil yang memiliki kekayaan 60 Miliar dalam beberapa rekening pribadinya. Uang yang cukup banyak untuk seseorang yang hanya memiliki jabatan Gol III C. Korupsi juga tidak hanya terjadi di tingkat pusat tetapi sudah menyebar ke tingkat daerah. Di Jawa Tengah sendiri terjadi peningkatan tindak pidana korupsi, pada tahun 2011  kepolisian telah  menangani 78 kasus korupsi dengan 86 tersangka dan kerugian mencapai Rp34,6 miliar, sedangkan tahun 2010 jumlah kasus korupsi yang ditangani mencapai 32 kasus dengan 31 tersangka serta kerugian sebesar Rp23,6 miliar.
Korupsi sangatlah merugikan banyak pihak, apalagi masyarakat yang tidak tahu menahu mengenai permasalahan keuangan dan hukum, yang mereka harapkan hanyalah mereka hidup sejahtera dan menerima pelayanan yang baik dari pemerintah. Korupsi juga memiliki dampak masif seperti lesunya perekonomian, meningkatnya kemiskinan, tingginya kriminalitas, demoralisasi, kehancuran birokrasi hingga runtuhnya penegakan hukum.
Dampak-dampak tersebut perlu diwaspadai dan dicarikan cara penyelesainnya. Peranan aparatur dalam birokrasi pemerintahan sebagai unsur pembaharu harus memiliki kemampuan untuk mendesain strategi usaha berencana yang mendorong ke arah pembaharuan dan pembangunan dalam berbagai kebijaksanaan atau dalam suatu rencana maupun dalam realisasi pelaksanaannya.  Salah satu Jalan yang terbaik untuk memperbaiki birokrasi di Indonesia adalah dengan mereformasi birokrasi. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya manusia yaitu aparatur.
Reformasi birokrasi telah lama di gaungkan oleh pemerintah pusat, kurang lebih hampir sepuluh tahun lamanya, akan tetapi dalam praktiknya, belum semua departemen, lembaga, dinas-dinas di daerah sepenuhnya menjalankan reformasi birokrasi. Kalaupun ada yang sudah menjalankan reformasi birokrasi tetapi hasilnya masih belum sesuai dengan harapan. Di lain pihak, reformasi birokrasi tidak akan berjalan tanpa adanya dukungan, komitmen dan penguatan leadership (kepemimpinan).
Menjadi hal yang penting pula seorang pimpinan harus mampu mengendalikan dan mengarahkan bawahannya. Saat ini dibutuhkan pemimpin yang transformasional, yaitu pemimpin yang mendatangkan inovasi dan perubahan dengan menghargai kebutuhan dan perhatian pengikutnya, dan seorang pemimpin juga  harus mampu mengontrol dan membatasi dirinya atas kekuasaan yang dimilikinya sehingga tidak terjebak dan dikuasi oleh kekuasaan tersebut, power tends to corrupt, but absolute power corrupt absolutlely (Kekuasan cenderung untuk berbuat korupsi, kekuasan yang absolut berkorupsi secara absolut pula).

Qurrotul A’yuni
Mahasiswa Semester Pertama Program Pascasarjana
Magister Administrasi Publik Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Dan Penerima Beasiswa Unggulan Kemendiknas BPKLN

0 komentar: (+add yours?)

Posting Komentar