Membangun Reformasi Birokrasi Melalui Local Leadership

0 komentar

Membangun Reformasi Birokrasi Melalui Local Leadership

Qurrotul A’yuni

Magister Ilmu Administrasi
Program Pascasarjana Universitas Jenderal Soediraman
E-mail: qurray.yoen@gmail.com

Abstract

Kebutuhan akan perubahan kearah yang lebih baik menjadikan reformasi birokrasi sebagai agenda bersama bagi pemerintah baik di pusat maupun di daerah serta masyarakat. Gaung reformasi telah menggema sejak bertahun-tahun lamanya. Bahkan hampir semua lembaga-lembaga pemerintah, departemen-departemen, dinas-dinas di daerah menyepakati perlu adanya reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi merupakan upaya untuk mengurai permasalahan seperti pelayanan publik, dan korupsi yang sedang marak di Indonesia. Korupsi bahkan menjadi faktor yang krusial dalam penyelenggaraan reformasi birokrasi. Korupsi tidak lagi hanya terjadi di tingkat pemerintahan pusat, tetapi sudah menjalar ke tingkat pemerintahan daerah. Korupsi di daerah bahkan di duga lebih besar dan sudah masuk dalam lini satuan kerja perangkat daerah, yang notabene adalah pembantu Bupati selaku pemimpin daerah. Korupsi merupakan musuh bersama dan melanggar etika penyelenggaraan administrasi negara, untuk itu diperlukan upaya untuk mengatasi dan mencegah timbulnya korupsi yang semakin banyak. Belajar dari kasus yang ada di beberapa negara, maka keberhasilan dari reformasi birokrasi akan sangat tergantung dari adanya komitmen dan national/local ledership. Tanpa adanya komitmen dan national/local leadership akan menyebabkan gagalnya reformasi birokrasi.


Kata Kunci: Reformasi Birokrasi, Korupsi Daerah, Nationa/Local Leadership,
                    Etika Administrasi Negara


HUMAN RESOURCES THEORY

0 komentar

TEORI HUBUNGAN MANUSIA by moschakunti

Manajemen Satu Menit: Kecakapan Pemimpin dalam Mengelola Waktu

0 komentar


Manajemen Satu Menit: Kecakapan Pemimpin dalam Mengelola Waktu

Qurrotul A’yuni[1] and Dyah Retna Puspita[2]
Master Program in Public Administration
Jenderal Soedirman University
qurray.yoen@gmail.com and dyah.puspita@unsoed.ac.id


Kepemimpinan muncul sebagai suatu cara berinteraksi yang melibatkan tingkah laku oleh dan untuk individu, yang pada akhirnya diangkat oleh individu lainnya untuk memainkan peranan sebagai pemimpin. Seseorang yang telah ditunjuk menjadi seorang pemimpin menunjukan bahwa orang tersebut di percaya oleh yang lainnya, dengan kepercayaannya ini, seorang pemimpin harus memanfaatkan kepercayaan tersebut dengan memberikan yang terbaik bagi mereka dengan waktu yang tersedia. Dalam bukunya, Kenneth Blanchard, et al. (1992) memberikan symbol tulisan satu menit yang terbaca pada arloji digital modern, dimana seorang pemimpin diminta untuk mengingat, memandang, dan melihat bawahannya dengan hanya menggunakan satu menit waktu yang tersedia. Hal ini untuk menyadarkan pemimpin bahwa bawahan adalah sumber daya yang paling penting. Sisi lainnya dari seorang pemimpin adalah bagaimana dia mampu mengelola waktu dengan baik, time competence. Pemimpin yang cakap dibidang waktu, hidup ‘disini’ dan ‘ditempat ini’. Dia menaruh perhatian pada lingkungan, dia peka terhadap kondisi bawahannya, dan menikmati suasana yang ada. Banyak pemimpin yang terlena dengan waktu, sehingga banyak program-program pemerintah yang tidak sesuai dengan target waktu yang ditentukan, banyak program yang tidak berlanjut dan terabaikan, serta kurang harmonisnya hubungan antara pimpinan dan wakilnya. Bagaimana pengelolaan waktu ini, seorang pemimpin harus mengarahkan, mendelegasikan tugas, meningkatkan dukungan pada wakilnya, bawahannya, dan sumber daya lainnya yang ada.

Keyword: Manjemen Satu Menit, Kepemimpinan, Pengelolaan Waktu











[1]  Beneficiary of Beasiswa Unggulan Scholarship, Bureau of Planning and International Cooperation, Ministry of Education and Culture, the Republic of Indonesia
[2] Lecturer in Magsiter of Administration Science 

Penguatan Etika Pengadaan Barang dan Jasa Publik Sebagai Upaya Mengurangi Korupsi di Indonesia

0 komentar

MAKALAH ETIKA by moschakunti

Subsidi BBM Kalahkan Alokasi Dana Cadangan Penanggulangan Bencana

0 komentar





Indonesia kembali dikejutkan dengan adanya gempa yang terjadi di Aceh, kejadian ini  mengembalikan memori kita atas gempa-gempa besar pada tahun–tahun sebelumnya di tanah air. BMKG menyatakan besar guncangan sebesar 8,5 skala Richter. Kekhawatiran, kegaduhan dan ketakutan kembali menghampiri warga Aceh dan sekitarnya yang ikut juga merasakan guncangan tersebut.
Sangat menarik untuk mencermati respon pemerintah mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat bencana yang terjadi di Indonesia. Gempa Bumi atau bencana memang sulit untuk diprediksi, kalaupun dapat diperidiksi tetapi peringatan bahayanya sangat terlambat, karena minimnya alat informasi langsung kepada warga. Indonesia merupakan negara yang rawan bencana dikarenakan adanya cincin api atau ring of fire yang melingkupi Indonesia, sekitar 282 kabupaten di Indonesia atau setara dengan 2/3 wilayah Indonesia masuk dalam kategori rawan bencana alam. Tingkat kerawanan ini, harusnya sejalan dengan jumlah dana cadangan penaggulangan bencana yang dialokasikan oleh pemerintah untuk menghadapi munculnya bencana-bencana lain yang dikhawatirkan akan terjadi.
Setelah APBN-Perubahan 2012 disahkan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana ikut angkat bicara tentang persoalan dinaikannya subsidi BBM yang hingga mencapai Rp137,4 triliun. BNPB menilai dana subsidi BBM pada APBN Perubahan 2012 sebesar Rp137,4 triliun adalah angka yang begitu besar. Angka itu bahkan jauh lebih besar dari nilai kerugian 10 bencana besar di Indonesia selama tujuh tahun dari tahun 2004 sampai tahun 2011, yang mencapai Rp106,7 triliun.
Saat ini alokasi dana cadangan penanggulangan bencana hanya sekitar Rp4,5 triliun per tahun atau hanya 3,3% saja dari dana subsidi BBM atau besarnya subsidi BBM setara dengan dana cadangan bencana selama kurang lebih 30 tahun. Alokasi dana cadangan tersebut masih sangat kurang bila kita melihat dampak kerugian bencana yang bisa mencapai miliaran rupiah, dan membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk merevitalisasi semua kerusakan infrastruktur bangunan dan pemulihan bagi korban bencana. Masih belum ada data pasti tentang kerugian gempa yang terjadi di Aceh baru-baru ini secara keseluruhan, namun kerugian di Aceh Barat ditaksir mencapai 2 Miliar.
Tentu kita tidak mengharapkan bencana lain terjadi di Indonesia, namun sebagai negara yang masuk kategori negara rawan bencana menjadi suatu keharusan bagi pemerintah untuk mempersiapkan semua itu, tidak hanya dana untuk mengatasi bencana, akan tetapi dana untuk early warning system juga sangat dibutuhkan. Sehingga dapat mengurangi dampak bencana tersebut baik itu sumber daya manusia maupun dampak material.

Qurrotul A’yuni
Mahasiswa Semester Kedua Program Pascasarjana
Magister Administrasi Publik Universitas Jenderal Soedirman
Dan Penerima Beasiswa Unggulan Kemendikbud BPKLN

Trend Single Professional Women (SPW)

0 komentar




Apa yang kamu lakukan setelah lulus kuliah? Menikah? Atau mencari pekerjaan? Tahukah kamu, kalau saat ini banyak perempuan setelah lulus perguruan tinggi mereka langsung memfokuskan diri untuk meniti karir, bahkan sangat berhasrat untuk mencapai posisi sampai level yang tinggi. Perempuan seperti ini disebut dengan Single Professional Women (SPW). Menjadi SPW saat ini telah menjadi gaya hidup masyarakat perkotaan.
Penelitian mengenai SPW telah banyak dilakukan di beberapa negara antara lain Amerika Serikat, India, Polandia, Jerman dan penelitian terbaru yaitu di Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Hong Kong, China dan Indonesia. Menurut beberapa penelitian tersebut, penyebab timbulnya SPW antara lain karena globalisasi yang menimbulkan sikap individualisme yang kini menyebar tidak hanya di negara barat, tetapi sudah masuk dalam sendi kehidupan perempuan negara berkembang, salah satunya Indonesia.
Karir yang cemerlang, kondisi financial dan ekonomi yang mapan, kehidupan sosial yang baik serta meningkatnya gaya hidup, semakin menambah keinginan para perempuan untuk hidup mandiri atau tidak bergantung kepada orang lain. Diakui oleh perempuan-perempuan di Jepang, China dan Indonesia mereka lebih suka menjadi Single Professional Women.
Kebebasan melakukan apa pun yang diingini dan kepemilikan kehendak yang luas bisa jadi menjadi pemicu semakin banyak SPW di beberapa belahan dunia lainnya. Bayangkan, ketika kebutuhan kita para perempuan terpenuhi dengan mengandalkan kemampuan dan usaha kita sendiri, tentu menjadi suatu kebanggaan dan kepuasan yang amat besar, ketika rasa puas itu berlangsung lama dan adanya kenyamanan dengan itu semua bisa jadi muncul perasaan dan pikiran dalam benak kita seperti ‘untuk apa mencari pendamping ketika semua kebutuhan kita telah terpenuhi dengan usaha kita sendiri’, bahkan menjadi mungkin kita bertanya-tanya ‘apakah pendamping kita juga akan mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita’, belum tentu.
Keasyikan dan kenyamanan inilah yang semakin terus tumbuh dan menguat. Yang menjadi pertanyaan berikutnya yaitu, ketika benyak perempuan yang melajang, lalu bagimana dengan penerus kita kelak? Tentu ini menjadi perhatian serius. Walaupun laporan dari PBB menyatakan bahwa penduduk dunia saat ini telah menacapai 7 miliar, dan adanya anjuran untuk menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk bumi, tetapi pada faktanya tidak semua negara memiliki penduduk yang padat, sehingga apabila kondisi ini berlanjut dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakseimbangan atau jomplangnya jumlah manusia, ketika orang tua semakin banyak sedangkan anak-anak semakin berkurang.
Ketimpangan jumlah tersebut sedang menjadi bahasan yang hangat di Jepang. Yang terjadi di Jepang saat ini adalah para wanita lebih senang menghabiskan waktu di kantor, membangun karier, dan hidup mandiri. Lama-lama, jumlah wanita lajang makin meningkat. Dampaknya, jumlah bayi yang lahir semakin berkurang. Bahkan pemerintah di sana mendorong stasiun TV untuk menayangkan berita-berita tentang nikmatnya membangun keluarga. Satu keluarga beranak 10 menjadi berita besar bagi TV Jepang. Dan hal yang menjadi kekhawatiran besar pemerintah jepang adalah semakin banyaknya orang tua jompo sedangkan sekolah-sekolah banyak yang tutup karena kekurangan murid.
Di China tidak jauh berbeda dengan di Jepang, banyak perempuan disana yang menolak untuk hamil, keengganan mereka untuk menikah dipicu lantaran mereka tidak mau menikah dengan laki-laki yang kurang mapan. Lebih seperempat jumlah perempuan yang mengikuti survei berharap mengencani lelaki berpendapatan 10 ribu yuan per bulan atau lebih. Survei menjaring lebih 50 ribu warga di seluruh wilayah negara itu berumur 20-60 tahun. Survei dilakukan Asosiasi Pekerja Sosial China dan laman Baihe.com, situs kencan dan perjodohan besar di China. Banyak survei di beberapa negara Asia mengungkapkan bahwa perempuan Asia menolak pernikahan.  
Ada salah satu manfaat dari pernikahan yang belum banyak di pahami intinya oleh para perempuan, yaitu lahirnya keturunan. Anak merupakan pokok yang dijadikan sasaran utama bagi pelaksanaan hidup berumah tangga. Kita dapat mengambil hikmah dari keberadaan seorang anak yaitu, melestarikan keturunan sehingga anak dapat menjadi penerus generasi bangsa dan agama, dengan keberadaan seorang anak juga merupakan salah satu upaya kita meraih keberkahan dari doa anak yang shalih yang ditinggalkan, dan selanjutnya yaitu upaya memohon syafaat dari anak kecil yang telah meninggal dunia.
Upaya meraih keberkahan dari doa anak shalih yang ditinggalkan menjadi penghangat bagi orang tua yang dengan tenaga serta pikirannya serius mendidik anak-anaknya menjadi anak yang baik dan santun. Semua amal perbuatan manusia terputus kecuali tiga hal yang salah satunya adalah doa anak shalih. Pernahkah kita mendengar kisah seorang anak kecil yang menarik kedua orang tuanya untuk  masuk ke dalam surga sebab kasih sayangnya kepada mereka? Seorang anak dapat menjadi investasi yang sangat berharga bagi kekehidupan kedua orang tuanya di kumudian hari.
Menjadi Single Professional Women atau Ibu Rumah Tangga, atau bahkan menjadi keduanya adalah sebuah pilihan. Semuanya kembali pada masing-masing pribadi. Tidak dipungkiri sukses pekerjaan belum tentu sukses berkeluarga, atau sebaliknya.

Qurrotul A’yuni
Mahasiswa Semester Pertama Program Pascasarjana
Magister Administrasi Publik Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Dan Penerima Beasiswa Unggulan Kemendiknas BPKLN








Kumpulan Abstrak ICLG

0 komentar

06_Abstract Oc 27 2012 by moschakunti

Tarian Lengger Warisan Budaya Banyumasan yang Tergerus Globalisasi

1 komentar




Kalimat yang acapkali muncul dalam sebuah diskusi yang panjang dalam kaitannya dengan seni dan budaya adalah bagaimana cara untuk mempertahankan seni dan budaya supaya tetap ada dan terus dilestarikan. Memang, lebih sulit mempertahankan daripada melupakan. Bagi sebagian orang yang menganggap seni dan budaya adalah hanya hiburan semata, akan mudah melupakan dan meninggalkan seni dan budaya tersebut. Berbeda dengan orang yang memiliki filosofi panjang mengenai seni dan budaya tertentu, yang selalu mendambakan seni itu tetap ada dan dikenal oleh masyarakat luas, mereka akan mencoba dan tetap berusaha mempertahankan seni dan budaya tersebut dengan berbagai cara dan kegiatan.
Masuknya arus globalisasi yang semakin deras, tentulah sangat  mempengaruhi pola perilaku dan berpikir masyarakat mengenai banyak hal. Globalisasi juga merubah tatanan hidup masyarakat yang semula mereka hidup dalam ketradisionalan menjadi masyarakat yang sophisticated. Perubahan ke arah sophisticated inilah yang kemudian memunculkan gengsi dalam masyarakat sehingga mengurangi ketertarikan mereka akan budaya lokal yang sangat kaya makna, kaya keteladanan, dan kaya akan nasehat. Bahkan ada kecenderungan bagi generasi muda untuk mengabaikan dan melupakan budaya lokal mereka sendiri, mereka beranggapan bahwa seni dan budaya yang ada, sangat kuno dan sulit untuk diikuti. Padahal menurut Driyarkara (1980: 8) menyatakan bahwa kesenian selalu melekat pada kehidupan manusia, di mana ada manusia di situ pasti ada kesenian.
Kabupaten Banyumas sebagai salah satu bagian wilayah propinsi Jawa Tengah, memiliki berbagai macam budaya, seni pagelaran dan pertunjukan, adat istiadat, dialek, makanan tradisional dan kesenian yang menarik, hal tersebut dikarenakan letak geografis Banyumas. Budaya Banyumas terbentuk sebagai akibat kondisi geografis yang terletak di antara dua kekuatan budaya besar (marginal survival) yaitu budaya jawa dan budaya sunda. Hal ini mengakibatkan corak kebudayaan Banyumas yang tidak lepas dari perpaduan kedua wilayah tersebut.
Kesenian khas Banyumas tersebar di seluruh daerah-daerah sekitar Banyumas seperti di Purwokerto, Cilacap, Banjarnegara, Purbalingga, Gombong, Wonosobo, Kebumen, Purworejo, Kulon progo, dan Magelang. Kesenian-kesenian tersebut pada umumnya merupakan seni pertunjukan rakyat yang memiliki fungsi-fungsi tertentu berkaitan dengan kehidupan masyarakat pemiliknya. Kesenian yang berasal dari di daerah Banyumas antara lain, Aplang, Buncis, Sintren, Angguk, Ebeg atau Jathilan, Dhames, Baritan, Ujungan, Gamelan Calung, Wayang kulit, Jemblung, Begalan, Aksi muda, Rodat, Dhaeng, Sintren, Ronggeng, Ketoprak, Dagelan, dan Lengger Calung.
Pada dasarnya tujuan dari ritual-ritual tradisional berkaitan dengan peristiwa-peristiwa tertentu yang dianggap berpengaruh terhadap pelestarian kehidupan manusia sangatlah baik. Bagaimana mereka harus berdamai dengan alam, menghargai alam, mereka tidak dapat mengetahui apa yang akan dilakukan alam pada kehidupan mereka, alam bisa saja marah dan menebarkan bencana yang cukup besar. Untuk itu mereka meminta kepada yang membahu rekso supaya terhindar dan terlindungi dari segala bencana serta mengucap syukur ketika kelimpahruahan menghampiri mereka.
Kenyataannya, maksud dan inti dari ritual-ritual tradisional tersebut mulai dilupakan dan terpinggirkan. Kesenian lengger merupakan salah satu kesenian yang ada dan berkembang di Banyumas. Kesenian lengger sebagai seni rakyat pada awalnya berkembang di desa-desa atau daerah pertanian dan kesenian ini dapat disebut tarian rakyat pinggiran, merupakan seni rakyat yang cukup tua, dan merupakan warisan nenek moyang atau leluhur masyarakat Banyumas. Kesenian lengger pada awalnya merupakan bagian dari ritual (sakral) dalam upacara baritan (upacara syukuran keberhasilan/pasca panen).
Pada zaman dahulu di daerah Banyumas tarian lengger dimainkan pada masa sesudah panen sebagai ungkapan syukur masyarakat terhadap para dewa yang telah memberikan rejeki. Boleh dikatakan bahwa tarian lengger pada awalnya adalah sebuah tarian religius atau tarian keagamaan lokal.

Babak dalam Tarian lengger
Bentuk pertunjukan kesenian tradisional lengger calung pada umumnya dibagi menjadi empat babak yaitu (a) babak gambyongan/lenggeran, (b) babak badutan, (c) babak kuda calung (ebeg-ebegan), dan (d) babak baladewan.
Babak Gambyongan—Babak pertama yaitu munculnya tari gambyong yang ditarikan oleh penari wanita, menggambarkan keluwesan remaja perempuan yang sedang beranjak dewasa, mereka melakukan gerak bersolek atau berhias diri agar menjadi cantik sehingga banyak pemuda tertarik. Tarian ini sebagai pembuka dalam kesenian lengger calung, dan mempunyai makna ucapan selamat datang dan menyaksikan pertunjukan.
Babak Badutan—Pada babak kedua ini dimaksudkan untuk memberikan waktu istirahat kepada penari lengger selama kurang lebih 30 menit, jumlah penari badutan ini biasanya 2 orang, bisa laki-laki semua atau pasangan laki-laki dan perempuan. Mereka menari dengan gerakan yang lucu sehingga dapat menghibur penonton, kemudian biasanya dilanjutkan melawak dengan dialek khas Banyumasan.
Babak ebeg-ebegan atau Kuda calung—Babak ketiga ini biasanya dilakukan pada tengah malam di mana penari kuda calung atau ebeg ini melakukan ndadi (wuru/mendem). Pada babak ini biasanya penonton ingin melihat bagaimana seorang pemain menari dalam keadaan ndadi, kemudian melakukan kegiatan atau atraksi yang aneh-aneh, misalnya makan bunga, makan kaca, makan bara api, minum air bunga, kelapa muda yang dikupas dengan gigi pemainnya, sintrenan atraksi akrobat dan sebagainya.
Babak akhir yaitu Baladewan—Pada babak terakhir yaitu munculnya penari yang menarikan tari Baladewan, pada adegan ini merupakan penggambaran bahwa semua roh leluhur kesenian lengger kembali ke tempat mereka bersemayam. Konon mereka adalah para dewa yang bertugas untuk membantu manusia dalam kegiatan sehari-hri dalam kehidupanya. Iringan yang digunakan adalah instrumen/gamelan calung yang terbuat dari bambu laras slendro dan pelog.
Tarian lengger saat ini sudah mengalami banyak perubahan, dulu dijadikan sebagai ritual keagamaan untuk mengucap syukur pasca panen, kini lengger dijadikan sebagai tari pergaulan atau tari untuk pertunjukan-pertunjukan tertentu, seperti ada tamu besar, pernikahan, event-event penting dan kegiatan lainnya. Memang tidak ada salahnya, sejatinya budaya lokal memang harus diketahui oleh masyarakat luas. Semakin banyak yang mengatahuinya maka akan semakin banyak orang yang kemungkinan akan tertarik dan mempertahankannya. Memang tidak dapat dipungkiri dengan datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi, maka kesenian kita pun mulai bergeser ke arah kesenian yang berdimensi komersial, sebagai akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka.


Qurrotul A’yuni
Mahasiswa Semester Pertama Program Pascasarjana
Magister Administrasi Publik Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Dan Penerima Beasiswa Unggulan Kemendiknas BPKLN

Pupuk dan Benih Napas Bagi Petani

0 komentar




Jika kita bertanya kepada petani, apa yang paling penting yang dibutuhkan oleh mereka ketika memasuki masa-masa bercocok tanam? Tentu mereka akan menjawab pupuk dan benih. Bayangkan seandainya mereka memasuki musim bertanam tetapi mereka hanya memiliki sedikit benih dan sedikit pupuk, tentu kerugianlah yang akan mereka terima. Lahan-lahan yang sudah siap untuk di tanami akan di biarkan begitu saja, karena mereka tidak memiliki benih lagi untuk di tanam. Tentu dampaknya akan sangat besar, dan akan menjadi beban pemerintah juga pada akhirnya.
Bukan tanpa alasan seandainya petani kekurangan benih dan pupuk, karena saat ini dalam APBN-Perubahan terjadi pemangkasan jumlah subsidi pupuk dan benih. Jika dalam APBN 2012 subsidi pupuk dialokasikan sebesar 16,94 triliun rupiah sedangkan di APBN-Perubahan 2012 jumlahnya turun sebesar 17,6 persen atau 2,98 triliun rupiah menjadi 13,95 triliun rupiah. Untuk subsidi benih jika sebelumnya dalam APBN 2012 dipatok sebesar 279,9 triliun rupiah, dalam APBN-Perubahan 2012 mengalami penurunan sebesar 53,7% atau 150,4 miliar rupiah menjadi 129,5 triliun rupiah. Pemerintah beralasan bahwa pengurangan  subsidi pupuk dan benih ini karena melihat rendahnya realisasi penyaluran pupuk dan benih bersubsidi pada tahun-tahun  sebelumnya.
Alasan tersebut menjadi alasan yang klise yang sering di pakai oleh pemerintah ketika membicarakan tentang rancangan anggaran keuangan, alasan-alasan ini pula lah yang mendorong setiap lembaga pemerintah baik di pusat mapun di daerah ketika memasuki masa akhir tahun mereka berlomba-lomba menghabiskan anggaran keuangan tahunannya. Mereka takut anggaran keuangan mereka akan dikurangi apabila mereka tidak memanfaatkan anggaran tersebut.
Implikasi yang signifikan dari pengurangan subsidi pupuk dan benih adalah semakin naiknya harga pupuk dan benih di dalam negeri, mahalnya pupuk dan benih tentu akan memberatkan petani, karena tidak sebanding dengan penjualan hasil panen yang selalu jatuh dan kurang berpihak kepada petani sebagai produsen. Selain itu akan terjadi pula penurunan daya beli atas pupuk dan benih oleh petani kecil yang biasanya mengandalkan pembelian pupuk dan benih bersubsidi, penurunan daya beli ini akan menyebabkan produktivitas tanaman padi dan jagung mengalami penurunan juga.
Dari hasil sebuah simulasi tentang dampak penurunan subsidi pupuk dan benih terhadap kinerja tanaman pangan tahun 2009-2014 yang dilakukan oleh Tim kajian Kebijakan Harga dan Subsidi Pangan dan Pertanian, Bidang Kebijakan Subsidi, PKAPBN, BKF dengan skenario level penurunan subsidi pupuk sebesar 30% diketahui bahwa penurunan subsidi berdampak langsung pada kenaikan harga pupuk urea yaitu hingga mencapai 2,152. Penurunan harga pupuk urea menyebabkan produktivitas padi menurun hingga -0,069 dan produktivitas jagung mengalami penurunan yaitu sebesar -0,017, sedangkan subsidi benih hanya berpengaruh bagi komoditi jagung, dimana skenario kebijakan ini berdampak pada penurunan luas areal jagung dan produktivitas jagung. Dampak dari kebijakan ini akan menurunkan produksi jagung sebesar 0,5%. Skenario penurunan subsidi ini masih terbilang rendah hanya 30%, namun saat ini penurunan subsidi mencapai 53,7% yaitu ada selisih 23.7% tentu akan lain hasilnya, bisa mengalami penurunan yang lebih besar lagi.
Terlepas dari dampak yang muncul dari adanya penurunan subsidi pupuk dan benih ini, hendaknya subsidi ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya, harus tepat sasaran—mekanisme pemberian dan target yang jelas agar subsidi pupuk dan benih tersalurkan secara  efektif dan efesien. Pemberian subsidi diharapkan dapat meringankan para petani dalam mengelola lahan pertaniannya karena mereka dapat membeli pupuk dan benih dengan harga yang terjangkau, pupuk dan benih bagaikan napas bagi petani.

Qurrotul A’yuni
Penulis adalah Mahasiswa Program Pascasarjana
Magister Administrasi Publik Universitas Jenderal Soedirman
Dan Penerima Beasiswa Unggulan Kemendikbud BPKLN





Mencari Rumus Jitu Mengurai Konflik dan Kekerasan Lokal

0 komentar




Konflik dan kekerasan seolah tak ada habisnya, bahkan cenderung merembet dan menyebar bagai virus yang menyakitkan. Konflik memang tidak selamanya menimbulkan kekerasan, akan tetapi berapa banyak konflik yang tidak berujung pada kekerasan. Saya rasa banyak konflik yang di publikasikan oleh media berujung pada kekerasan. Kekerasan menjadi bukti nyata penyaluran emosi, kejengkelan serta kondisi penolakan akan hasil dan fakta yang disodorkan di depan muka. Hampir seperempat dari konflik yang dilaporkan mengakibatkan hilangnya nyawa, sekitar setengahnya mengakibatkan korban luka-luka, dan spertiganya berupa kerugian harta benda. Akibat  yang menyayat hati dari konflik dan kekerasan terenggutnya nyawa orang-orang yang tidak bersalah hingga mereka mati dengan sia-sia. Cita-cita, harapan, tujuan, rencana yang diingini tak terlaksana, hanya karena kekerasan yang tidak tau menau siapa yang diuntungkan dari adanya kekerasan tersebut.
Banyaknya kasus kekarasan lokal di Indonesia ini, seperti kita disajikan tontonan film live action dengan semua pemain menjadi figuran. Salah serang, salah pukul, salah tendang, tidak menjadi masalah yang penting saat sutradara mengambil aba-aba untuk beraksi mereka telah siap menyerang satu sama lain. Hal inilah yang menimbulkan banyak keprihatinan, seolah hidup kita lekat dengan konflik dan kekerasan. sedikit mengutip konflik-konflik yang terjadi belakangan ini di Indonesia, sekedar untuk mengingat kembali konflik-konflik yang ramai dan terjadi akhir-akhir ini.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mencatat selama 2011 terjadi sedikitnya 103 kasus kekerasan pemerintah dan aparat terhadap rakyat terkait konflik sumber daya alam, seperti bentrok polisi dan massa pengunjuk rasa yang menduduki jembatan penyeberangan ferry Sape, Bima, NTB. Konflik dan kekerasan dalam sektor agraria seperti kasus Mesuji yang dilatarbelakangi sengketa lahan dan pihak pemodal perkebunan dan masyarakat dan kasus Bima pun tidak berbeda jauh keterlibatan aparat negara yang memicu konflik, laporan warga kabupaten Bima yang mengeluhkan berdirinya tambang awal 2011 di daerah mereka yang mengganggu pertanian, air bersih dan ternak warga sekitar tambang. Kasus di Bima Mesuji dan Bima dianggap sebagai kegagalan pemerintah dalam pembaharuan agraria dan reformasi agraria (landreform) yang menjadi mandat TAP MPR No. 9 tahun 2001.
Bentrok antar warga dan tetangga desa, bentrok antara FPI dengan warga di Palangkaraya yang diawali dengan penolakan masyarakat adat Dayak di Palangkaraya terhadap Front Pembela Islam (FPI). Mereka menyatakan masih trauma dengan kehadiran FPI di kota mereka, yang pernah melakukan beberapa kekerasan. Konflik dan kekerasan yang terbaru yaitu penyerangan terhadap warga di RSPAD, yang menelan korban 2 orang, kemudian terjadi bentrokan antar narapidana yang dipicu oleh kesenjangan antar narapidana dan kelebihan penghuni di Lembaga Permasyarakatan Krobokan, Denpasar, dengan 1 korban penusukan oleh tiga napi lainnya, kasus ini tentu amat disayangkan karena membuat napi lainnya trauma dan  juga merugikan negara karena disertai dengan kebakaran dan kerusakan fasilitas LP.
Semakin seringnya konflik dan kekerasan pecah membuat kita bertanya-tanya, kenapa masih begitu banyak konflik yang berakhir dengan kekerasan, padahal Indonesia adalah salah satu Negara yang menjunjung tinggi demokrasi dan  pluralism. apa yang sebenarnya hendak dicapai dari adanya kekerasan ini. Kenapa kekerasan tidak dapat dicegah, bahkan seperti adanya keterbukaan serta izin yang seluas-luasnya untuk kekerasan. Dalam sebuah organisasi terkadang memang dibutuhkan sebuah konflik, bahkan konflik sedemikian rupa dibuat guna membangkitkan kepekaan, spontanitas, keperdulian, kecermatan pegawai dalam mengatasi suatu masalah, bahkan konflik dijadikan pemicu inovasi. Tetapi bagaimana jadinya ketika konflik muncul tetapi cenderung menggelinding seperti bola liar yang tidak tahu akhir dan penyelesainnya.
Para pengamat menyampaikan beberapa faktor berbeda yang dapat dihubungkan dengan konflik dan kekerasan lokal. Faktor-faktor tersebut adalah kemiskinan, kesenjangan sosial, ketidakpastian/guncangan pendapatan, pengangguran, ketidakadilan dalam pembangunan, dampak industrialisasi, desentralisasi, ketidakjelasan hak atas tanah, kesenjangan ekonomi dan pengaturan sumber daya regional. Selain itu konflik bisa terjadi akibat dinamika sosial seperti gagasan kelompok seperti antar kelompok agama dan antar kelompok etnis, dan faktor-faktor kelembagaan seperti sejauhmana konflik tersebut ditengahi dengan efektif, pemberian sanksi, dan penegakan hukum yang tegas oleh aparat.
Lalu, bagaimana cara yang paling jitu untuk mencegah, mengurangi dan menyelesaikan permasalahan konflik ini? Secara teoritis, Cristopher W. Moore (1986) mengajukan beberapa tipologi atau jenis penyelesaian konflik yang dapat diaplikasikan untuk bermacam jenis konflik, yakni penghindaran (conflict avoidance), diskusi dan penyelesaian masalah secara informal (informal discussion solving), negosiasi (negotiation), mediasi (mediation), keputusan administratif (administratif decision), arbitrasi (arbitration), keputusan hukum (judicial decision), keputusan legislatif (legislatif decision), paksaan tanpa kekerasan (nonviolent direct action), dan paksaan dengan kekerasan (violent direct action). Sedangkan Direktur Program Imparsial, Al Araf  menyatakan setiap permasalahan lokal harus dipantau dari hulu hingga hilir. Kekerasan hanyalah hilir, sedangkan hulunya ada di negara yang belum mampu mengatasi dan mencegah hal-hal yang memicu konflik dan kekerasan. Tentu perlu waktu dan usaha yang keras untuk meredakan konflik. Toleransi yang tinggi, saling pengertian dan saling menghargai adalah kunci untuk meredam konflik dan kekerasan. Semoga Indonesia menjadi negara yang aman, tentram dan damai. Karena konflik dan kekerasan akan berdampak pada pembangunan, kesejahteraan dan perekonomian bangsa.

Qurrotul A’yuni
Penulis adalah Mahasiswa Semester Pertama
Program Pascasarjana Magister Administrasi Publik Universitas Jenderal Soedirman
Dan Penerima Beasiswa Unggulan Kemendiknas BPKLN tahun 2011



Korupsi dan Penyakit Kronis Birokrasi

0 komentar




Keinginan dan harapan untuk memperoleh pelayanan publik yang lebih baik bukan hal yang muluk bagi masyarakat secara umum. Bahkan menjadi suatu kewajiban bagi negara untuk memberikan fasilitas dan pelayanan yang terbaik bagi warganya dan menjadi sangat wajar ketika masyarakat mengajukan tuntutan-tuntutan yang begitu besar dan banyak, selagi itu memang hak mereka. Kita sering mendengar mengenai pelayanan publik yang buruk oleh pegawai sipil, seperti pelayanan pembuatan KTP, KK, perizinan, permodalan, pembuatan akta tanah dan pelayanan publik lainnya. Dan banyak dari mereka juga menjadi korban pungutan liar—pungli.
Pelayanan publik tidak dapat dilepaskan dari prosedur birokrasi. Birokrasi yang berbelit-belit menyebabkan  pelayanan menjadi terhambat dan muncul ketidakpuasan masyarakat yang notabene sebagai pelanggan tetap. Birokrasi yang berbelit-belit menjadi salah satu gejala patologi birokrasi. Patologi birokrasi adalah penyakit birokrasi atau bentuk perilaku organisasi yang menyimpang dari nilai-nilai etis, aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan perundang-undangan serta norma-norma yang berlaku dalam birokrasi. Bentuk penyakit birokrasi yang terus tumbuh dan berkembang yaitu penyalahgunaan wewenang dan tanggung jawab, indikasi korupsi, kolusi dan nepotisme, ketakutan pada perubahan, inovasi dan resiko ketidak pedulian pada kritik dan saran hingga menurunkan kredibilitas.
Salah satu penyakit birokrasi yang kini sedang asyik di perbincangkan oleh masyarakat Indonesia adalah korupsi. Kita dibuat tercengang dengan terungkapnya pegawai negeri sipil yang memiliki kekayaan 60 Miliar dalam beberapa rekening pribadinya. Uang yang cukup banyak untuk seseorang yang hanya memiliki jabatan Gol III C. Korupsi juga tidak hanya terjadi di tingkat pusat tetapi sudah menyebar ke tingkat daerah. Di Jawa Tengah sendiri terjadi peningkatan tindak pidana korupsi, pada tahun 2011  kepolisian telah  menangani 78 kasus korupsi dengan 86 tersangka dan kerugian mencapai Rp34,6 miliar, sedangkan tahun 2010 jumlah kasus korupsi yang ditangani mencapai 32 kasus dengan 31 tersangka serta kerugian sebesar Rp23,6 miliar.
Korupsi sangatlah merugikan banyak pihak, apalagi masyarakat yang tidak tahu menahu mengenai permasalahan keuangan dan hukum, yang mereka harapkan hanyalah mereka hidup sejahtera dan menerima pelayanan yang baik dari pemerintah. Korupsi juga memiliki dampak masif seperti lesunya perekonomian, meningkatnya kemiskinan, tingginya kriminalitas, demoralisasi, kehancuran birokrasi hingga runtuhnya penegakan hukum.
Dampak-dampak tersebut perlu diwaspadai dan dicarikan cara penyelesainnya. Peranan aparatur dalam birokrasi pemerintahan sebagai unsur pembaharu harus memiliki kemampuan untuk mendesain strategi usaha berencana yang mendorong ke arah pembaharuan dan pembangunan dalam berbagai kebijaksanaan atau dalam suatu rencana maupun dalam realisasi pelaksanaannya.  Salah satu Jalan yang terbaik untuk memperbaiki birokrasi di Indonesia adalah dengan mereformasi birokrasi. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya manusia yaitu aparatur.
Reformasi birokrasi telah lama di gaungkan oleh pemerintah pusat, kurang lebih hampir sepuluh tahun lamanya, akan tetapi dalam praktiknya, belum semua departemen, lembaga, dinas-dinas di daerah sepenuhnya menjalankan reformasi birokrasi. Kalaupun ada yang sudah menjalankan reformasi birokrasi tetapi hasilnya masih belum sesuai dengan harapan. Di lain pihak, reformasi birokrasi tidak akan berjalan tanpa adanya dukungan, komitmen dan penguatan leadership (kepemimpinan).
Menjadi hal yang penting pula seorang pimpinan harus mampu mengendalikan dan mengarahkan bawahannya. Saat ini dibutuhkan pemimpin yang transformasional, yaitu pemimpin yang mendatangkan inovasi dan perubahan dengan menghargai kebutuhan dan perhatian pengikutnya, dan seorang pemimpin juga  harus mampu mengontrol dan membatasi dirinya atas kekuasaan yang dimilikinya sehingga tidak terjebak dan dikuasi oleh kekuasaan tersebut, power tends to corrupt, but absolute power corrupt absolutlely (Kekuasan cenderung untuk berbuat korupsi, kekuasan yang absolut berkorupsi secara absolut pula).

Qurrotul A’yuni
Mahasiswa Semester Pertama Program Pascasarjana
Magister Administrasi Publik Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Dan Penerima Beasiswa Unggulan Kemendiknas BPKLN

Eksistensi Demonstrasi dan Anarkisme dalam Mindset

0 komentar




Istilah anarkisme kembali mencuat seiring maraknya demonstrasi atas penolakan kenaikan BBM yang akan diberlakukan 1 April nanti. Dalam mindset saya, istilah anarkisme diidentikan dengan kekerasan, kebrutalan dan pengrusakan oleh sekelompok orang baik itu ormas, mahasiswa, atau pun organisasi-organisasi lainnya kala mereka melakukan demonstrasi. Cukup mudah memang menafsirkan anarkisme dengan apa yang diidentikan tersebut, ketika berita-berita tentang demonstrasi yang disiarkan di beberapa stasiun televisi menampilkan gambar aksi kejar-kejaran antara polisi dan demonstran, aksi pembakaran, atau pun aksi lainnya yang cenderung merusak dan merugikan banyak pihak.
Kata demonstrasi yang anarkis sering di gunakan oleh banyak media massa untuk menggambarkan demonstrasi yang berakhir ricuh, sehingga semakin menguatkan istilah anarkisme sebagai sesuatu yang jelek dan buruk. Namun istilah anarkisme itu adalah suatu paham untuk tidak mempercayai negara, pemerintahan dan stakeholdernya yang berkuasa pada saat itu, karena mereka yakin bahwa pemerintahan yang berkuasa akan selalu menindas rakyatnya, sehingga mereka bertekad untuk menghilangkan atau menghancurkannya.
Anarkisme berasal dari teori politik yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat tanpa hirarkis. Para Anarkis berusaha mempertahankan bahwa anarki, tanpa adanya aturan-aturan, adalah sebuah skema yang dapat diterapkan dalam sistem sosial dan dapat menciptakan kebebasan individu dan kebersamaan sosial. Salah satu slogan yang cukup terkenal dari para anarkis di Spanyol yaitu “Terkadang cinta hanya dapat berbicara melalui selongsong senapan”.
Penggunaan kekerasan dalam anarkisme sangat berkaitan erat dengan metode propaganda by the deed, yaitu metode gerakan dengan menggunakan aksi langsung (perbuatan yang nyata) sebagai jalan yang ditempuh, yang berarti juga mengesahkan pengrusakan, kekerasan, maupun penyerangan. Selama hal tersebut ditujukan untuk menyerang kapitalisme ataupun negara. Namun demikian, tidak sedikit juga dari para anarkis yang tidak sepakat untuk menjadikan kekerasan sebagai suatu jalan yang harus ditempuh.
Jika kita kembali pada demonstrasi anarkis yang sesuai dengan apa yang digambarkan oleh media, kita tentu bertanya-tanya apakah para demonstran yang melakukan aksi demonstrasi dengan cara kekerasan, pemberontakan, pembakaran dan pengrusakan mereka melakukan aksinya terinspirasi oleh gerakan-gerakan paham anarkisme? Saya rasa tidak, tindakan-tindakan yang kurang sopan tersebut muncul dengan sendirinya atau secara impulsif karena ketidakpuasan dan emosi yang menumpuk serta tidak terpenuhinya harapan masyarakat oleh pemerintah sebagai salah satu aktor pembuat kebijakan. Kekerasan dan pengrusakan tersebut merupakan implikasi penyaluran emosi masyarakat atas kondisi yang mereka alami yang jauh dari harapan mereka.
Penggunaan istilah anarkisme bukan ditunjukan untuk menyebutkan kekerasan atau kericuhan, tetapi istilah ini mungkin diikutkan karena biasanya kelompok anarkisme melakukan demonstrasi atas keberadaan negara dengan cara kekerasan. Bukan menyebutkan istilah sebenarnya dari anarksime itu sendiri yaitu kekerasan dan kericuhan. Dalam sejarahnya kelompok aliran paham anarkisme melakukan aksinya untuk mencari jalan terbaik bagi kelangsungan kehidupan masyarakat, untuk itu ada keinginan untuk menghilangkan atau menghancurkan negara atau pemerintahan yang berkuasa.
Tetapi apapun namanya, kekerasan, pengrusakan, bentrokan dan kericuhan bukan cara yang tepat untuk menyalurkan aspirasi, pendapat atau tuntutan kepada pemerintah. Demokrasi deliberatif—yang mengutamakan musyawarah atau dialog dapat menjadi jalan penengah untuk mencari solusi atas semua masalah.


Qurrotul A’yuni
Penulis adalah Mahasiswa Semester Pertama
Program Pascasarjana Magister Administrasi Publik Universitas Jenderal Soedirman
Dan Penerima Beasiswa Unggulan Kemendiknas BPKLN tahun 2011